gambar

gambar
gambar apikk

Sabtu, 11 Mei 2013

teknik Sampling

TEKNIK SAMPLING STATISTIK
(OLEH ZAKKI NEW)


Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Beberapa Istilah dalam Sampling yaitu :
Populasi : kumpulan lengkap objek pengamatan yg jadi pusat perhatian penelitian (orang, perusahaan, toko, bank, rumah sakit, daerah dll)
Sensus : proses investigasi mengamati semua anggota populasi penelitian. Sampling: Proses mengamati sebagian objek pengamatan.
Contoh (sample) : sebagian dari anggota populasi yg diamati
Tujuan sampling utk menyimpulkan (melakukan inferensia) karakteristik populasi berdasarkan karakteristik contoh.  àmetode statistika inferensia (statistical inference).
Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu,
1.      Sampel acak  atau random sampling/probability sampling,
adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.
2.      Sampel tidak acak Nonrandom sampling atau nonprobability sampling,
Yaitu setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).

A.    Pada sampel acak (random sampling) dibabagi menjadi menjadi :
1)      Simple Random Sampling
Sebuah sampel yang terdiri dari unsur-unsur yang dipilih dari populasi dianggap random bila unsur yang terdapat dalam populasi tersebut memiliki probabilita yang sama untuk terpilih. Sampling bersifat random akan memberikan hasil yang memuaskan bila populasi dari mana sampel tersebut dipilih benar-benar bersifat sama jenis (homogen). [1]
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen  populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya.  Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.
Prosedurnya :
1.      Susun “sampling frame”
2.      Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3.      Tentukan alat pemilihan sampel
Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
2)      Stratified Random Sampling / sample bertingkat
Yaitu sebuah populasi yang terdiri dari bermacam-macam, karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini.
Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak
Bila stratum-stratum dapat dirumuskan secara baik dan dapat diukur secara tepat, maka sampel random bertingkat lebih berguna daripada sampel random sederhana karena sampelnya umumnya lebih representatif. Selain itu, bila jumlah samplenya tidak besar, maka sampel bertingkat umumnya lebih representatif daripada sampel random sederhana[2]

3)      Area Sampling/ sampel Luas
Prosedul sampelnya menggunakan lokasi geografis sebagai dasarnya.
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah.
Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat.
Prosedurnya :
1.      Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2.      Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3.      Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4.      Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5.      Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

B.     Pada nonprobability sampling
Sampling nonprobabilitas merupakan pemilihan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan peneliti, sehingga dengan tipe sampling nonprobability ini membuat semua anggota populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Nonprobability sampling dikembangkan untuk menjawab kesulitan yang timbul dalam menerapkan teknik probability sampling, terutama untuk mengeliminir biaya dan permasalahan dalam pembuatan sampling frame (kerangka sampel).
Pemilihan nonprobability sampling ini dilakukan dengan pertimbangan:
1)      Penghematan biaya, waktu dan tenaga; dan  
2)      Keterandalan subjektivitas peneliti (pengetahuan, kepercayaan dan pengalaman seseorang seringkali dijadikan pertimbangan untuk menentukan anggota populasi yang dipilih sebagai sampel).

Nonprobability sampling terdiri atas :
1)      Sampling sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”.  Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada  ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25
2)      Sampling Kuota
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%  dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3)      Sampling Aksidental
Sampling Aksidental dikenal juga convenience sampling Pada convenience sampling (sampling kemudahan), sampel diambil berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat dijadikan sampel. Dengan kata lain sampel diambil/terpilih karena ada ditempat dan waktu yang tepat. Tanpa kriteria peneliti bebas memilih siapa saja yang ditemuinya untuk dijadikan sampel.
Dengan demikian teknik sampling ini digunakan ketika peneliti berhadapan dengan kondisi karakteristik elemen populasi tidak dapat diidentifikasikan dengan jelas, maka teknik penarikan sampel convenience. Teknik sampling convenience/sampling aksidental adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan karena alasan kemudahan atau kepraktisan menurut peneliti itu sendiri. Dasar pertimbangannya adalah dapat dikumpulkan data dengan cepat dan murah, serta menyediakan bukti-bukti yang cukup melimpah. Kelemahan utama teknik sampling ini jelas yaitu kemampuan generalisasi yang amat rendah atau keterhandalan data yang diperoleh diragukan.

4)      Purposive Sampling
Teknik penelitian atau dikenal juga sebagai teknik penarikan sampel purposif ini dilakukan dengan cara memilih sampel dari suatu populasi didasarkan pada informasi yang tersedia serta sesuai dengan penelitian yang sedang berjalan, sehingga perwakilannya terhadap populasi dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik ini digunakan terutama apabila hanya ada sedikit orang yang mempunyai keahlian (expertise) di bidang yang sedang diteliti.

5)      Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel.

6)      Snowball Sampling
merupakan salah satu bentuk  judgement sampling yang sangat tepat digunakan bila populasinya kecil dan spesifik. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, makin lama sampel menjadi semakin besar, seperti bola salju yang menuruni lereng gunung. Hal ini diakibatkan kenyataan bahwa populasinya sangat spesifik, sehingga sulit sekali mengumpulkan sampelnya. Pada tingkat operasionalnya melalui teknik sampling ini, responden yang relevan di interview, diminta untuk menyebutkan responden lainnya sampai diperoleh sampel sebesar yang diinginkan peneliti, dengan spesifikasi/spesialisasi yang sama karena biasanya mereka saling mengenal.




[1] Anto Dajan. Pengantar Metode Statistik Jilid 1 (Jakarta : LP3ES, 1981), hlm. 20
[2] [2] Anto Dajan. Pengantar Metode Statistik Jilid 1 (Jakarta : LP3ES, 1981), hlm. 22

Sabtu, 06 April 2013

sejarah pondok pesantren


Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah negeri muslim yang unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahimya Islam (Mekkah). Meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh, dunia internasional mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.
Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren (Sarijo, 1980; Dhofier, 1982). Dengan karaktemya yang khas "religius oriented", pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan mempertahankan Islam.

Masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren (Toha dan Mu'thi, 1998). Corak model pendidikan ini dengan cepat menyebar tidak hanya di pelosok pulau Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa. Dari situlah embrio madrasah lahir.
Saat Islam masuk di Indonesia, pondok pesantren lebih berfungsi sebagai pengembangan budaya yang sifatnya lokal, yakni faham tarekat, karena memang waktu itu kegiatan Islam lebih banyak bersentuhan dengan tarekat, di mana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid --yaitu dzikir dengan formula kata-kata berjumlah tertentu-, serta para kiai pimpinan tarekat mewajibkan pengikut-pengikutnya untuk melaksanakan suluk yaitu tinggal bersama-sama sesama anggota tarekat di sebuah masjid selama 40 hari dalam satu tahun untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan seorang pemimpin tarekat. Untuk keperluan suluk ini, para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak di kiri dan kanan masjid. Di samping amalan-amalan tarekat, pusat-pusat pesantren semacam itu mengajarkan kitab-kitab dalam berbagai cabang pengetahuan agama Islam kepada sejumlah pengikut inti (santri). Dengan demikian, pada masa ini lembaga-lembaga pengajian untuk anak-anak dan lembaga-lembaga pesantren yang menjadi pusat organisasi tarekat tidak bisa dipisahkan, keduanya saling menunjang dan merupakan satu kesatuan struktur dalam sistem pendidikan tradisonal.
 Yang menarik untuk diperhatikan, ternyata sistem madrasah yang berkembang di negara-negara Islam lainnya sejak permulaan abad 12 M, tidak  muncul di Indonesia. Padahal sebelum itu, yaitu tahun 1062 M telah ada pesantren di Pamekasan Madura, yaitu Pesantren Jan Tampes II[1], berarti sebelumnya juga ada pesantren yang lebih tua lagi, yaitu Pesantren Jan Tampes I. Hal ini berarti pondok pesantren masih mengembangkan budaya tasawuf yang sifatnya lokal, belum terpengaruh oleh budaya-budaya dari luar, baik itu menyangkut nilai budaya, sistem penylenggaraan aktivitas pesantren, maupun budaya fisiknya -pengaturan gedung, ruangan belajar, dan sebagainya.
Fungsi pondok pesantren mulai bergeser ke arah pengembangan budaya yang lebih besar -tidak hanya tasawuf tetapi juga budaya-budaya yang lain- seiring dengan penyebaran dan pendalaman Islam secara intensif yang terjadi pada masa abad ke 13 M sampai akhir abad ke 17 M. Dalam masa itu, berdiri pusat-pusat kekuasaan dan studi Islam, seperti di Aceh, Demak, Giri, Ternate dan Tidore, serta Gowa Tallo di Makasar. Dari pusat-pusat inilah kemudian Islam tersebar ke seluruh pelosok nusantara melalui para pedagang, wali, ulamak, mubaligh, dan sebagainya dengan mendirikan pesantren, dayah, dan surau[2]. Sejak abad ke 15 M, Islam praktis telah menggantikan dominasi ajaran Hindu, dan sejak abad ke 16 M melalui kerajaan Islam pertama, yaitu Demak, seluruh Jawa --dengan perkecualian yang tak berarti, seperti di bagian pedalaman dan pegunungan-- telah dapat di-Islam-kan[3], yang berarti ajaran tasawuf juga tidak hanya tersebar pada santri, tetapi pada masyarakat umum, bahkan para pejabat kerajaan dengan formulasi ajaran yang beraneka ragam.





[1] Depag RI, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren, 1994/1995), 668
[2] Majelis Ulama’ Indonesia, Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta, Sekretariat MUI,1986), 13-14.
[3] S.T.S. Raffles, The History of  Java, Vol II, (London: 2 Ad Editio, 1830),2.


Jumat, 05 April 2013

Bahan Ajar


Pengertian bahan ajar (instructional materials) adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sedangkan  menurut Pannen (1995) Bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sisitematis, yang digunakan  guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar dapat dibedakan menjadi empat:
a.       Fakta, siswa diminta untuk mengingat suatu obyek, symbol atau pristiwa.
b.      Konsep, siswa diminta untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan cirri khas tertentu, mengklasifikasikan beberapa contoh sesuatu dengan suatu definisi.
c.       Prosedur, siswa diminta untuk menjelaskan langkah- langkah, prosedur scara urut, atau memecahakn suatu masalah atau membuat sesuatu.
d.      Prinsip, siswa diminta untuk mengemukakan hubungan antara beberapa konsep atau menerangkan keadaan ataupun hasil hubungan antara berbagai macam konsep.

Sedangkan mnfaat bahan ajar bagi guru dan siswa adalah:
A.      Efesiensi waktu dalam proses pembelajaran
B.      Mengubah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator
C.      Meningkatakan peroses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif
Sedangkan manfaat bahan ajar bagi siswa adalah:
         i.      Siswa dapat belajar mandiri
       ii.      Siswa dapat belajar sesuai dengan yang dikehendaki
     iii.      Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya




Senin, 01 April 2013

AHLUS SUNAH WAL JAMAAH


AHLUS SUNAH WAL JAMAAH

Ahlussunnah jika dipilah secara Harfiah bisa dibagi menjadi dua istilah yakni ahlussunnah dan Al Jamaah. Ahlussunnah ,dari berbagai definisi yang ada bisa diambil beberapa pengertian sebagai berikut :
  1. Golongan yang mewarisi hadits Nabi yang shohih (Duhr Al Islam, Ahmad Amin),
  2. Semua yang berasal dari Nabi
  3. Pengikut Nabi
Sedang beberapa pendefinisian Al Jamaah yang bisa kami tampilkan disinii antara lain :

  1. Mayoritas umat Islam, Jamaah terbesar dan umat terbesar (Sadru syarih Al Mahbubi)
  2. Jalan yang di bangun oleh para shahabat Nabi (Imam Zubaidi)
  3. Al I’tishan (Syatibi) , al jamaah menyangkut lima pengertian
a.   Shohabat
b.  Ulama’ Mujtahid
c.   Kesepakatan kaum Muslimin
d.  Umat Islam dengan satu kepemimpinan
e.   Umat Islam Mayoritas

Dari berbagai pendekatan definisi tersebut, dapat diambil pengertian secara tekstual bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah :

Golongan kaum Muslimin yang mengkikuti jejak Rasulullah dan shahabat dalam membangun metode pemahaman, dan menafsirkan  nash
Selain itu ada banyak lagi pendefinisian istilah aswaja , misalnya yang di identikkan dengan manhaj salaf, seperti yang dilontarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa , beliau menyatakan bahwa Aswaja adalah manhaj yang mengikuti atsar Rasulullah secara dhahir dan bathin, para khulafaurrasyidin dan meninggalkan segala bid’ah yang bukan dari Rasulullah.

      Oke, mungkin dua pendefinisian ini cukup representatif sebagai bahan ilustrasi awal dan tidak perlu diperdebatkan lagi berbagai perbedaan yang tidak substansi akan berbagai definisi harfiah maupun istilah yang ada dan berkembang dalam khazanah Islam. Dan untuk berikutnya mari kita lihat sekilas sejarah dan realitas kemunculan dan perkembangan paham Ahlussunnah wal Jamaah demi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh.

Minggu, 31 Maret 2013

METODE PEMBELAJARAN



METODE PEMBELAJARAN
Menurut Sudjana ( 1989 : 30 ) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah “ tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian “Metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sisa-sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama. Hasil yang dirasakan dalam waktu dekat dikatakan seabagi dampak langsung (Instructional effect) sedangkan hasil yang dirasakan dalam waktu yang reltif lama disebut dampak pengiring (nurturant effect) biasanya bekenaan dengan sikap dan nilai. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000,194)Macam-macam Metode Pembelajaran :
1. METODE CERAMAH
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisonal.
Karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.
a. Kelebihan Metode Ceramah
1) Guru mudah menguasai kelas.
2) Mudah dilaksanakan.
3) Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
4) Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.
b. Kekurangan Metode Ceramah
1) Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
2) Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
3) Bila terlalu lama membosankan.
4) Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
5) Menyebabkan anak didik pasif.
 Djamarah, Bahri, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.
2. METODE EKSPERIMEN
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata.
a. Kelebihan Metode Eksperimen
1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku;
2) Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan; dan
3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
b. Kekurangan Metode Eksperimen
1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan eksperimen;
2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran; serta
3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
Djamarah, Bahri, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.
3. METODE PEMBERIAN TUGAS DAN RESITASI
Pemberian tugas dengan arti guru menyuruh anak didik misalnya membaca, tetapi dengan menambahkan tugas-tugas seperti mencari dan membaca buku-buku lain sebagai perbandingan, atau disuruh mengamati orang/masyarakatnya setelah membaca buku itu. Dengan demikian, pemberian tugas adalah suatu pekerjaan yang harus anak didik selesaikan tanpa terikat dengan tempat.
a. Kelebihan Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
1) Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama; dan
2) Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri.
b. Kekurangan Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
1) Seringkali anak didik melakukan penipuan di mana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri;
2) Terkadang tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan; dan
3) Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan indi¬vidual.
 Djamarah, Bahri, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.

4. METODE DISKUSI
Diskusi adalah memberikan altematif jawaban untuk membantu memecahkan berbagai problem kehidupan.
Dengan catatan persoalan yang akan didiskusikan harus dikuasai secara mendalam.
a. Kelebihan Metode Diskusi
1) Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan satu jalan (satu jawaban saja).
2) Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
3) Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran.
b. Kekurangan Metode Diskusi
1) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar;
2) Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas;
3) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara; dan
4) Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.
Djamarah, Bahri, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2000.