gambar

gambar
gambar apikk

Sabtu, 06 April 2013

sejarah pondok pesantren


Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah negeri muslim yang unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahimya Islam (Mekkah). Meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh, dunia internasional mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia.
Lembaga Pendidikan Agama Islam pertama didirikan di Indonesia adalah dalam bentuk pesantren (Sarijo, 1980; Dhofier, 1982). Dengan karaktemya yang khas "religius oriented", pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan mempertahankan Islam.

Masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren (Toha dan Mu'thi, 1998). Corak model pendidikan ini dengan cepat menyebar tidak hanya di pelosok pulau Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa. Dari situlah embrio madrasah lahir.
Saat Islam masuk di Indonesia, pondok pesantren lebih berfungsi sebagai pengembangan budaya yang sifatnya lokal, yakni faham tarekat, karena memang waktu itu kegiatan Islam lebih banyak bersentuhan dengan tarekat, di mana terbentuk kelompok-kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid --yaitu dzikir dengan formula kata-kata berjumlah tertentu-, serta para kiai pimpinan tarekat mewajibkan pengikut-pengikutnya untuk melaksanakan suluk yaitu tinggal bersama-sama sesama anggota tarekat di sebuah masjid selama 40 hari dalam satu tahun untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan seorang pemimpin tarekat. Untuk keperluan suluk ini, para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak di kiri dan kanan masjid. Di samping amalan-amalan tarekat, pusat-pusat pesantren semacam itu mengajarkan kitab-kitab dalam berbagai cabang pengetahuan agama Islam kepada sejumlah pengikut inti (santri). Dengan demikian, pada masa ini lembaga-lembaga pengajian untuk anak-anak dan lembaga-lembaga pesantren yang menjadi pusat organisasi tarekat tidak bisa dipisahkan, keduanya saling menunjang dan merupakan satu kesatuan struktur dalam sistem pendidikan tradisonal.
 Yang menarik untuk diperhatikan, ternyata sistem madrasah yang berkembang di negara-negara Islam lainnya sejak permulaan abad 12 M, tidak  muncul di Indonesia. Padahal sebelum itu, yaitu tahun 1062 M telah ada pesantren di Pamekasan Madura, yaitu Pesantren Jan Tampes II[1], berarti sebelumnya juga ada pesantren yang lebih tua lagi, yaitu Pesantren Jan Tampes I. Hal ini berarti pondok pesantren masih mengembangkan budaya tasawuf yang sifatnya lokal, belum terpengaruh oleh budaya-budaya dari luar, baik itu menyangkut nilai budaya, sistem penylenggaraan aktivitas pesantren, maupun budaya fisiknya -pengaturan gedung, ruangan belajar, dan sebagainya.
Fungsi pondok pesantren mulai bergeser ke arah pengembangan budaya yang lebih besar -tidak hanya tasawuf tetapi juga budaya-budaya yang lain- seiring dengan penyebaran dan pendalaman Islam secara intensif yang terjadi pada masa abad ke 13 M sampai akhir abad ke 17 M. Dalam masa itu, berdiri pusat-pusat kekuasaan dan studi Islam, seperti di Aceh, Demak, Giri, Ternate dan Tidore, serta Gowa Tallo di Makasar. Dari pusat-pusat inilah kemudian Islam tersebar ke seluruh pelosok nusantara melalui para pedagang, wali, ulamak, mubaligh, dan sebagainya dengan mendirikan pesantren, dayah, dan surau[2]. Sejak abad ke 15 M, Islam praktis telah menggantikan dominasi ajaran Hindu, dan sejak abad ke 16 M melalui kerajaan Islam pertama, yaitu Demak, seluruh Jawa --dengan perkecualian yang tak berarti, seperti di bagian pedalaman dan pegunungan-- telah dapat di-Islam-kan[3], yang berarti ajaran tasawuf juga tidak hanya tersebar pada santri, tetapi pada masyarakat umum, bahkan para pejabat kerajaan dengan formulasi ajaran yang beraneka ragam.





[1] Depag RI, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Bantuan Kepada Pondok Pesantren, 1994/1995), 668
[2] Majelis Ulama’ Indonesia, Amanat Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta, Sekretariat MUI,1986), 13-14.
[3] S.T.S. Raffles, The History of  Java, Vol II, (London: 2 Ad Editio, 1830),2.


Jumat, 05 April 2013

Bahan Ajar


Pengertian bahan ajar (instructional materials) adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sedangkan  menurut Pannen (1995) Bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sisitematis, yang digunakan  guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Bahan ajar dapat dibedakan menjadi empat:
a.       Fakta, siswa diminta untuk mengingat suatu obyek, symbol atau pristiwa.
b.      Konsep, siswa diminta untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan cirri khas tertentu, mengklasifikasikan beberapa contoh sesuatu dengan suatu definisi.
c.       Prosedur, siswa diminta untuk menjelaskan langkah- langkah, prosedur scara urut, atau memecahakn suatu masalah atau membuat sesuatu.
d.      Prinsip, siswa diminta untuk mengemukakan hubungan antara beberapa konsep atau menerangkan keadaan ataupun hasil hubungan antara berbagai macam konsep.

Sedangkan mnfaat bahan ajar bagi guru dan siswa adalah:
A.      Efesiensi waktu dalam proses pembelajaran
B.      Mengubah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator
C.      Meningkatakan peroses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif
Sedangkan manfaat bahan ajar bagi siswa adalah:
         i.      Siswa dapat belajar mandiri
       ii.      Siswa dapat belajar sesuai dengan yang dikehendaki
     iii.      Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya




Senin, 01 April 2013

AHLUS SUNAH WAL JAMAAH


AHLUS SUNAH WAL JAMAAH

Ahlussunnah jika dipilah secara Harfiah bisa dibagi menjadi dua istilah yakni ahlussunnah dan Al Jamaah. Ahlussunnah ,dari berbagai definisi yang ada bisa diambil beberapa pengertian sebagai berikut :
  1. Golongan yang mewarisi hadits Nabi yang shohih (Duhr Al Islam, Ahmad Amin),
  2. Semua yang berasal dari Nabi
  3. Pengikut Nabi
Sedang beberapa pendefinisian Al Jamaah yang bisa kami tampilkan disinii antara lain :

  1. Mayoritas umat Islam, Jamaah terbesar dan umat terbesar (Sadru syarih Al Mahbubi)
  2. Jalan yang di bangun oleh para shahabat Nabi (Imam Zubaidi)
  3. Al I’tishan (Syatibi) , al jamaah menyangkut lima pengertian
a.   Shohabat
b.  Ulama’ Mujtahid
c.   Kesepakatan kaum Muslimin
d.  Umat Islam dengan satu kepemimpinan
e.   Umat Islam Mayoritas

Dari berbagai pendekatan definisi tersebut, dapat diambil pengertian secara tekstual bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah :

Golongan kaum Muslimin yang mengkikuti jejak Rasulullah dan shahabat dalam membangun metode pemahaman, dan menafsirkan  nash
Selain itu ada banyak lagi pendefinisian istilah aswaja , misalnya yang di identikkan dengan manhaj salaf, seperti yang dilontarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa , beliau menyatakan bahwa Aswaja adalah manhaj yang mengikuti atsar Rasulullah secara dhahir dan bathin, para khulafaurrasyidin dan meninggalkan segala bid’ah yang bukan dari Rasulullah.

      Oke, mungkin dua pendefinisian ini cukup representatif sebagai bahan ilustrasi awal dan tidak perlu diperdebatkan lagi berbagai perbedaan yang tidak substansi akan berbagai definisi harfiah maupun istilah yang ada dan berkembang dalam khazanah Islam. Dan untuk berikutnya mari kita lihat sekilas sejarah dan realitas kemunculan dan perkembangan paham Ahlussunnah wal Jamaah demi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh.